M n E m O n I c [mne·mon·ic]

a. pertaining to or aiding memory; n. device to aid memory. mnemonical, a. mnemonize, v.t. make into a mnemonic. mnemonism, n. practice of mnemonics. mnemonics, mnemotechny, n. system of improving memory. © From the Hutchinson Encyclopaedia. Helicon Publishing LTD 2000.

Thursday, June 23, 2005

Wien Muldian: Saya Ingin Mempopulerkan Perpustakaan di Indonesia


Sejak belia, Wien panggilan akrab dari Wien Muldian seorang pustakawan yang lahir di Aceh 3 Mei 1972, sudah sangat menyukai dunia buku, bahkan ia tidak memilih cita-cita seperti anak-anak kecil lainnya, yaitu ingin memiliki perpustakaan kota yang besar agar semua orang bisa membacanya hingga malam, dengan fasilitas yang lengkap seperti koleksi buku, koleksi audio, mini theater, kafe dan akses internet.

"Dari sejak sekolah dasar, hidup saya sudah membuat perpustakaan dengan mengumpulkan buku-buku, dan konsisten sampai sekarang," jelasnya.

Latar belakang cita-citanya ini dikarenakan seluruh anggota keluarganya menyukai dunia membaca, Ayahnya almarhum Abdul Munir yang bekerja di Departemen Kehakiman dan Ibunya Nurliana Daud seorang Guru, sangat mendukung cita-citanya. Wien selalu mempunyai banyak cara untuk dapat mengumpulkan buku-buku, misalnya menodong pacar tantenya setiap kali berkunjung ke rumah untuk selalu membawakannya sebuah buku.

Selepas Sekolah Menengah Atas, Wien melanjutkan kuliah di Universitas Indonesia memilih Jurusan Ilmu Perpustakaan di Fakultas Sastra. Hal ini ia lakukan bukan karena ingin menjadi pustakawan tapi agar dirinya lebih dekat dengan buku. Walaupun pada akhirnya menjadi pustakawan. Prestasinya di bangku sekolah yang paling membanggakannya adalah memperoleh dua beasiswa, namun antara yang satu dengan yang lainnya tidak saling mengetahui.

Prestasi yang ia peroleh saat ini adalah mendapat Mizan award tahun 2003. "Bagi saya prestasi itu adalah apabila saya bisa melakukan sesuatu dan orang lain bisa merasakannya juga, jadi saya tidak pernah mau menonjol dari yang lain, sehingga saya tidak pernah berambisi dengan yang namanya prestasi, saya lebih suka membangun hal-hal yang aneh-aneh yang masih berhubungan dengan buku, dan dapat mencerdaskan masyarakat " katanya.

Wien mengatakan, juga suka mencari dan mengkoleksi buku-buku aneh atau langka. Ini ia lakukan dengan menjelajahi seluruh kota-kota di Indonesia hingga ke luar negeri. Dalam mencari buku-buku tersebut Wien tidak harus mengejar suatu judul buku, tapi sedapatnya saja.

"Saya gemar mencari buku cetakan pertama yang unik dan lucu," ujarnya.

Menurutnya, daya baca masyarakat Indonesia sebenarnya tinggi. Hal ini dapat ia lihat dari beberapa daerah yang dirinya kunjungi banyak terdapat taman-taman bacaan, tapi akses untuk mendapatkan buku masih sulit, contohnya kalau di suatu desa terdapat perpustakaan, masyarakat desa pasti akan mendatanginya untuk membaca buku, asal lemari bukunya tidak dikunci.

"Kalau dibuat taman baca di sebuah desa terus lemari bukunya dikunci, maka tidak akan dilirik, minat baca masyarakat akan terlihat bila buku tersedia di sekitar mereka, " ungkapnya.

Wien menyatakan, dirinya saat ini sedang konsentrasi membuat taman-taman baca di Aceh, dengan jumlah buku sekitar 7.000 buku, 1.500 mainan anak dan remaja yang dikelola oleh anak-anak Aceh sendiri. Lebih lanjut ia menambahkan, ke depan setelah sekian tahun dirinya akan terjun langsung ke masyarakat pedesaan dan perkotaan melalui dunia baca, menulis dan buku.

Sejak November 2004 ia sudah memutuskan saatnya masuk ke dalam sistem untuk memberikan ide-ide liar dirinya kepada pemerintah. Oleh karena itu, ia sekarang mengkoordinir Perpustakaan Pendidikan Nasional yang berada di bawah naungan Depdiknas. Perpustakaan tersebut kini bukan hanya sekedar rak-rak buku dengan pustakawan yang hanya duduk diam. Perpustakaan ini setiap hari justru penuh dengan kegiatan, acara-acara, dan setiap kelompok masyarakat dapat berkumpul dan berdiskusi berdasarkan kesukaan mereka masing-masing.

"Saya ingin menjadikan perpustakaan sebagai pusat belajar, dan saya juga ingin mempopulerkannya, agar masyarakat gemar membaca. Saya optimis akan hal itu, selama pemerintah mau terjun sampai ke bawah, jadi bukan hanya sekedar jargon-jargon atau peresmian-peresmian saja," tegasnya.

Kegemarannya membaca dan mengkoleksi buku ini bukannya tanpa hambatan. Ia sering mendapatkan kritikan dari sang istri tercinta, karena di setiap sudut rumahnya pasti ada buku. Bahkan ia merasa buku-buku itu sebagai istri keduanya. Tapi, Wien menyadari bahwa dirinya berinteraksi dengan buku diluar batas kewajaran. Dan ia bukan tipe orang yang membaca buku dari awal hingga akhir, namun ia membaca buku karena dirinya sedang tertarik dengan topik tertentu. Kesibukannya menangani buku menurut pria yang humoris ini, selalu melibatkan sang istri dan saudara-saudara kandungnya, sehingga mereka selalu dekat dengannya.

Pandangan Wien tentang keluarga sakinah, adalah sebuah keluarga yang berlandaskan keimanan yang sama dengan membangun kebahagiaan melalui kegiatan dan belajar bersama, sebab tidak semua pernikahan itu selalu ideal. Pernikahan bagi dirinya merupakan sesuatu yang sangat penting, disana terdapat proses belajar hidup yang sebenarnya. Misi dan visi hidup Wien yaitu apapun yang dikerjakan, yang dipelajari, dinikmati dan dirasakan, akan terasa indah bila dapat dinikmati dengan hati nurani. (Travel Sri WR)

eramuslim.comPublikasi: 13/05/2005 09:37 WIB

Wednesday, June 22, 2005

Terkesan Islam karena Sikap Sabar

Dalam sebuah majelis tafakur di Bandung, suasana menjadi hening saat seorang jamaah, Valerie Erawan, menyampaikan pendapatnya. Semula, ia lancar bicara mengenai pandangannya terkait aturan Allah SWT dalam Alquran. Saat pembicaraannya sampai pada persoalan doa dan hidayah, suaranya tersendat. Tak terdengar kata yang diucapkannya, isakanlah yang meluncur dari bibirnya.

Suasana pun menjadi "biru" oleh keharuan akibat isakan tertahan Valerie. ''Semula saya berpikir bahwa saya tak mungkin mendoakan keluarga besar saya agar mendapat hidayah dan masuk Islam. Tapi kemudian saya sadari, tugas kita adalah berdoa, dan Allah akan mengabulkan doa kita dengan cara-Nya,'' ujar ibu tiga anak ini di sela isakannya.

Jadi, sambung perempuan yang sudah memutuskan untuk mengenakan kerudung sejak 1998 ini, ia tak akan berhenti meminta kepada Yang Mahakuasa agar orang tua dan saudara-saudaranya sekandung mendapat hidayah dan memeluk agama yang paling sempurna ini. ''Saya sangat berharap kedua orang tua saya bisa memeluk agama Islam,'' katanya setelah pulih dari keharuan.

Perempuan yang lahir di Poitiers, Perancis, 11 Mei 1971 ini memutuskan untuk memeluk agama Islam, beberapa bulan setelah ia menikah dengan seorang pria Muslim Indonesia, Dr Ing Dadang Furqon Erawan. Sewaktu bayi, Valerie dibaptis, karena orang tuanya penganut Katholik yang cukup taat. Dalam aturan yang ada di agama Katholik, seorang bayi yang baru lahir memang harus 'disucikan'.

Hingga usia 12 tahun, Valerie rajin belajar agamanya. ''Saya berkumpul dengan teman-teman seagama dan ikut misa. Saya percaya ada Tuhan, dan suka berdoa sebelum tidur,'' papar ibu rumah tangga yang juga mengelola home industry yoghurt di Bandung ini. Namun, ketika usianya memasuki remaja, Valerie mulai terserang oleh keraguan mengenai keyakinannya. Ia pun mulai bertukar pikiran dengan teman-temannya yang kebetulan tidak percaya adanya Tuhan. Selama beberapa tahun selanjutnya, Valerie pun sempat jauh dari agama yang dianutnya.

Kondisi ini diperparah dengan tidak lancarnya komunikasi dengan orang tuanya. ''Umur 14 sampai 17 tahun adalah masa hidup saya yang paling sulit karena saya tidak punya pegangan kuat dan arah yang jelas. Saya 'mencoba-coba' apa aja yang saya temukan,'' ungkap perempuan yang hobi membaca, jalan kaki, dan membuat kerajinan untuk anak-anaknya. Saat usianya 17 tahun, Valerie bertemu dengan calon suaminya yang beragama Islam. Lewat Dadang, Valerie berkenalan dengan keluarga-keluarga lain yang beragama Islam. Yang paling menarik perhatiannya kala itu adalah kesabaran para Muslim/Muslimah, terutama dalam bersikap kepada anak-anaknya.

Hal tersebut, aku Valerie, agak berbeda dengan suasana di rumahnya dan dialaminya selama ini. Kesan baik itu membuatnya mulai belajar agama Islam melalui buku-buku berbahasa Perancis. ''Waktu itu saya mendapat kesulitan untuk mengikuti acara di masjid karena bahasa dominan yang dipakai adalah bahasa Arab,'' kata ibu dari Hugo Fathurrahman Erawan (13 tahun), Laura Nuraida Erawan (11), Emilie Nuraida Erawan (7), dan Mathys Fathurrahim Erawan (5) ini.

Menjelang pernikahan, Valerie yang saat itu berusia 19 tahun mengaku sempat bimbang apakah akan masuk Islam atau tidak. Ia mengaku khawatir masuk Islam hanya karena menikah saja, bukan karena keyakinan yang mantap. ''Tapi Alhamdulillah beberapa bulan kemudian saya jadi masuk Islam,'' ungkapnya. Valerie pun kemudian belajar berbagai ritual ibadah dari suaminya. Keberadaan suaminya di Perancis ketika itu adalah dalam rangka tugas belajar (S1, S2, dan S3) dari IPTN (saat ini bernama PT Dirgantara Indonesia).

Ketika usianya 25 tahun, suami Valerie menyelesaikan studinya dan kembali ke Indonesia. Maka, keluarga yang sudah dikarunia anak itu pun berpindah ke Bandung. Di negeri ini, dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia, Valerie tak mengalami kendala berarti untuk belajar agama. Banyak pihak yang menawarinya untuk mempelajari agama secara lebih mendalam. Yang justru menjadi persoalan adalah bahasa. Ia pun kemudian belajar bahasa Indoensia dulu, sembari mempelajari huruf hijaiyah. ''Saya belajar Iqro, seperti anak TK,'' kenangnya sembari tersenyum.

Kendala lain yang dihadapinya adalah perasaan malu saat harus bergabung dengan ibu-ibu pengajian yang sudah pandai dan lancar membaca Alquran.''Saya merasa belajar seperti siput, artinya dapat ilmu sedikit demi sedikit, tapi masih sangat kurang rasanya,'' ungkap perempuan yang kerap menjadi pengajar di CCF Bandung untuk kursus Bahasa Perancis ini.

Selama mengikuti pengajian itu, Valerie merasa kurang berkembang. Biasanya, kata dia, materi pengajian yang disampaikan hampir selalu sama dari waktu ke waktu, sehingga topik lain jarang muncul. Di sisi lain, sambung dia, para peserta pengajian hanya menjadi pendengar yang pasif. Sejak satu tahun silam, Valerie dipertemukan Allah SWT dengan sebuah kelompok tafakur yang digelar Yayasan Syamsi Dhuha -- sebuah yayasan yang bergerak dalam bidang sosial terutama membantu para penderita penyakit Lupus dan low vision. Setiap Jumat pagi, di sekretariat yayasan yang berlokasi di Jl Sekeloa, digelar kegiatan rutin tafakuran dengan moderator Ibu Rita Permadi.

Valerie merasa cocok dengan metode yang diterapkan. Yaitu diskusi dan sharing mengenai berbagai topik yang berhubungan dengan ayat-ayat Alquran sekaligus penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. ''Di sini (dalam kelompok tafakuran tersebut, Red), baru saya mendapat ilmu yang saya perlu. Di sini, saya ditanya, menurut Valerie, bagaimana? Kalau sudah punya pendapat, saya bisa menyampaikan, dan kadang-kadang, akan merasa sendiri kalau saya keliru. Di sini, boleh setuju atau tidak, tapi harus berusaha untuk menyampaikan pikiran kita. Di sini saya tidak merasa ikut-ikutan. Saya merasakan, tafakur sudah menjadi kebutuhan saya,'' ujarnya memaparkan.

Diungkapkan Valerie, saat mengikuti tafakuran, ia merasa seperti kembali ke masa remaja. Kala itu, ia mendiskusikan dan merenungkan berbagai topik. Perbedaannya, sambung dia, sekarang ada pedomannya, yaitu Alquran.''Mendapat ilmu yang membuat berubah perbuatan saya, bukan hanya teori, membuat saya berpikir tentang yang telah disampaikan karena masih harus diinterpretasi sesuai kepribadian saya,'' cetus perempuan yang pada awal masuk Islam merasa sangat kesulitan untuk melaksanakan shalat yang berbahasa Arab dan lima waktu.

Dengan pemahaman itu, Valerie pun bisa berdakwah kepada orang lain mengenai Islam. Karena saat ini ia kian merasakan manfaat ajaran Islam yang luas, komplet dan aplikatif sekaligus kian yakin bahwa ini adalah agama sempurna yang dibawa Nabi Muhammad SAW, ia pun mendoakan agar orang tua dan saudara-saudara kandungnya pun mendapat hidayah dari Allah SAW.

''Karena saya benar-benar mulai merasakan hebatnya manfaat beragama Islam, saya mulai mendoakan keluarga saya supaya mereka juga mendapat hidayah dari Allah SWT,'' katanya yang tak mampu menahan sedih jika mengingat orang tuanya yang hingga kini masih meyakini agama lamanya. kutipan: "Saya berharap kedua orang tua saya bisa masuk Islam. Saya tak akan lelah berdoa."
( aan )

republika Jumat, 17 Juni 2005

Monday, June 20, 2005

Jangankan Sekolah, Bisa Makan Saja Sudah Untung

BULAN Februari lalu, saat musim hujan turun di Jawa Barat, setiap hari sepulang sekolah, Irman Maulana (16), siswa Kelas II SMP Negeri Cibatu I, Kabupaten Garut, Jawa Barat, harus menaiki Gunung Kancil dalam keadaan lapar. Guyuran hujan dan sambaran petir tak mematahkan usahanya mendaki.

Anak kelima dari enam bersaudara ini sudah yatim. Ibunya bekerja di Jakarta sebagai pembantu rumah tangga, sedangkan dia tinggal bersama keluarga kakaknya di rumah panggung milik orangtuanya di Kampung Kancil, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut. Kampung ini berada di puncak Gunung Kancil. Jarak antara rumah dan sekolahnya sekitar enam kilometer.

Kampung tersebut sebetulnya hanya bisa dicapai dengan berjalan kaki. Ketika menuju kampung itu, Kompas harus menggunakan ojek motor. Namun, untuk bisa sampai ke rumah Irman, Kompas harus berjalan kaki lebih dari setengah perjalanan karena bongkahan
batunya cukup besar dan sulit dilalui kendaraan roda dua, apalagi berboncengan.

Bongkahan batu ini sudah disusun masyarakat Kampung Kancil. Mereka berharap pemerintah bisa segera menutupinya dengan batu-batu tajam sekaligus mengaspalnya. Namun, sampai sekarang harapan itu masih tinggal harapan. Di beberapa bagian jalan
setapak selebar satu meter tersebut masih terdapat jalan-jalan yang hanya bertanah merah. Di jalan inilah biasanya Irman tergelincir.

TIBA di rumah, dengan tubuh menggigil, Irman langsung mencuci seragamnya agar bisa digunakan kembali ke sekolah esok harinya. Ia hanya memiliki dua kemeja dan satu celana seragam sekolah.

Jika keluarganya memiliki makanan, Irman bisa langsung makan. Namun, dia lebih sering melupakan rasa lapar dengan tidur siang atau mencari kayu bakar ke hutan karena kakaknya tidak memiliki makanan.

Meski hidup begitu sulit, Irman yang hobi membuat puisi dan menggambar itu tidak pernah berniat berhenti sekolah. Bahkan, meski dia tahu bahwa dirinya tidak pernah mengantongi uang sepeser pun.

Impitan ekonomi tidak hanya membuat Irman harus belajar dalam keadaan lapar, tetapi membuatnya minder kalau harus bergaul dengan teman-teman sebayanya di sekolah. Ia sering diledek sebagai anak gunung. Irman kini duduk sendiri di kelas karena merasa tidak nyaman berada bersama teman- temannya yang berkehidupan lebih baik. Kondisi psikologi yang tertekan sebetulnya membuatnya semakin sulit memecahkan masalah.

Ketika guru mengadakan ulangan mendadak, misalnya, Irman beberapa kali tidak bisa mengikutinya. "Kalau pinjam ke teman, sering kali tidak dikasih," kata Irman. Akibatnya, dia hanya duduk melamun di kelas sambil menahan kesedihan karena tidak bisa ikut ulangan dan mendapat kesempatan memiliki nilai seperti teman- temannya.

Hal yang sama sering menimpa Ade Sutrisna (14), teman sekelas Irman. ADE kerap tidak ikut ulangan karena tidak mempunyai uang. Kehidupan keluarga Ade semakin sulit sebab ayah tirinya, yang bekerja sebagai pedagang asongan di Jakarta, sudah dua bulan tidak pulang atau mengirimkan uang.

Ayah kandungnya meninggal sejak Ade berusia dua tahun. Ibunya, Sunengsih, menikah lagi dan melahirkan dua anak. Salah seorang sudah sekolah di sekolah dasar.

Sebelum harga BBM naik, ayah tiri Ade mengirimkan uang sebesar Rp 50.000 per bulan. Kini setelah harga BBM naik, diikuti dengan melonjaknya harga-harga kebutuhan lainnya, keluarga ini tidak bisa membeli barang apa pun.

Melihat kesulitan keluarga, anak lelaki bertubuh kurus ini sering membantu ibunya, yang buruh tani, merontokkan padi atau mencari kayu bakar untuk tetangganya. Dari menjual tenaga itu, Ade bisa menerima upah sebanyak Rp 1.000 atau sepiring nasi
dan lauk. Tak jarang ia bekerja sampai malam.

Sebulan lalu ibunya meminta Ade berhenti sekolah karena tidak punya uang untuk mengongkosi pergi pulang ke sekolah, membelikan bahan-bahan untuk pelajaran keterampilan dan olahraga, serta membayar fotokopian soal ulangan. Ibunya pun mengirim surat pengunduran diri anaknya sebagai siswa di SMP Negeri Cibatu I.

Sejak itu, selama dua minggu, Ade tinggal di rumah. "Saya sering melihatnya bengong sambil mengasuh adiknya. Saya merasa berdosa menyuruhnya berhenti sekolah. Tapi, saya tidak punya jalan lain," ujar Sunengsih.

Setelah mengirim surat pengunduran diri, pihak sekolah mencoba mencarikan solusi dengan membentuk teman asuh. Sejak dua minggu lalu teman-teman sekelasnya menyumbang agar Ade bisa tetap sekolah. Tiap hari, sepulang sekolah, melalui bendahara kelas, Ade diberi ongkos Rp 1.500.
"Tapi, saya malu juga setiap hari merepotkan teman-teman," ujar Ade yang bercita-cita jadi insinyur elektro untuk membahagiakan keluarganya.

Ade dan keluarganya kini menumpang di rumah keluarga ayahnya di Desa Mekarsari, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut. Rumah panggung berdinding dan berlantai bambu itu hanya memiliki satu kamar, ruang tengah, dan dapur kecil. Mereka menumpang karena
gubuk mereka sudah roboh.
Agar tidak membebani ibunya, Ade yang tidak memiliki buku Lembar Kerja Siswa (LKS) lebih banyak menghabiskan waktu istirahatnya dengan menyalin soal-soal dalam LKS. Dalam hati kecilnya, saat istirahat, Ade ingin juga jajan seperti teman-temannya. Sudah lama Ade ingin membeli roti seharga Rp 1.000 yang dijual di koperasi sekolah.

KISAH Euis Nurhayati (13) pun miris. Anak yatim yang ditinggal ibunya bekerja di Arab Saudi ini hanya tinggal dengan neneknya, Murbaisih (64). Sejak bekerja di Arab Saudi, bulan November 2004, ibunya tidak pernah mengirimkan uang ataupun memberi kabar.

Karena tidak punya uang, neneknya memutuskan agar Euis berhenti sekolah. Euis langsung menangis menjerit-jerit. Tiap hari ia mengurung diri karena sedih melihat teman-temannya bisa berangkat ke sekolah. Melihat perilaku Euis, Murbaisih diam-diam
sering menangis.

Seminggu setelah berhenti, guru-gurunya datang dan memintanya melanjutkan sekolah dengan bantuan biaya dari para guru. Saat neneknya bercerita, Euis hanya mendengarkan sambil menengadahkan kepala dan menelan ludah. Ia berusaha menahan tangis.

Peristiwa putus sekolah yang sempat dialaminya sangat mengguncang jiwa Euis. Saat Kompas mengajaknya berbincang, bibir Euis bergerak-gerak, tetapi tidak ada suara yang keluar.

Rumah Euis terletak di Desa Sukaluyu, Kecamatan Sukawangi, Kabupaten Garut. Setiap hari, selama sebulan, Euis pergi ke sekolah yang berjarak dua kilometer dari rumahnya. Adakalanya ia berjalan sambil menangis karena tidak punya uang sepeser pun
untuk ongkos, apalagi untuk jajan seperti anak yang lain. "Saya malu, tidak pernah ikut menyumbang iuran di sekolah," ujarnya tercekat, berusaha untuk bicara.

Sekolah merupakan kebutuhan mewah buat anak-anak dari keluarga miskin. Di Jawa Barat masih ada ratusan ribu anak yang terancam putus sekolah. Yang mereka butuhkan bukan cuma kebijakan pemerintah, tetapi tindakan yang bisa menyelamatkan mereka secepatnya. (Y09)

Kompas

Sunday, June 12, 2005

Mengenali Aral Kreatifitas

Kreatifitas adalah jantung dari inovasi. Tanpa kreatifitas tidak akan ada inovasi. Sebaliknya, semakin tinggi kreatifitas, jalan ke arah inovasi semakin lebar pula. Sayangnya, banyak pendapat keliru tentang kreatifitas. Misalnya, kreatifitas itu hanya dimiliki segelintir orang berbakat. Lebih salah kaprah lagi, kreatifitas itu pembawaan sejak lahir. John Kao, pengarang buku Jamming: The Art and Discipline in Bussiness Creativity, (1996), membantah pendapat ini. "Kita semua memiliki kemampuan kreatif yang mengagumkan. Dan benar kreatifitas bisa diajarkan dan dipelajari," kata Kao.
Kreatifitas selalu dimiliki orang berkemampuan akademik dan kecerdasan yang tinggi. Ini juga pendapat keliru. Berbagai penelitian membuktikan, sekalipun kreatifitas bisa dirangsang dan ditingkatkan dengan latihan, namun tidak berarti orang cerdas dan berkemampuan akademik tinggi otomatis bisa kreatif. Lagi pula, untuk jadi kreatif ternyata tidak cukup berbekal skill dan kemampuan kreatif belaka. John G. Young, pengarang buku berjudul Will and Won't: Autonomy and Creativity Blocks (2002), berkesimpulan bahwa kreatifitas juga membutuhkan kemauan atau motivasi. Mengapa?
"Sebab memiliki ketrampilan, bakat, dan kemampuan kreatif tidak otomatis membuat seseorang melakukan aktivitas yang menghasilkan output kreatif. Ia bisa memilih tidak melakukan aktivitas kreatif. Jadi faktor dorongan atau motivasi sangat penting di sini," tegas Young.

Creativity blocks
Pendapat-pendapat di atas diperkuat oleh Madhukar Shukla, pengarang buku The Creative Muse: Story of Creativity and Innovation. Ia menyatakan, "Beda antara orang kreatif dan yang tidak hanyalah pada kemampuan orang kreatif dalam menghalau aral (penghalang) kemampuan kreatifitas."
Paparan-paparan para pakar di atas makin menegaskan bahwa semua orang memiliki karunia yang menakjubkan dalam hal kreatifitas. Namun, sekalipun semua orang berpotensi dan punya bakat kreatif, ada penghalang tertentu yang menyebabkan adanya kecenderungan orang yang satu bisa lebih kreatif daripada yang lain. Ini menghantarkan kita pada pertanyaan; bagaimana cara menghilangkan aral atau penghalang-penghalang kreatifitas tersebut?
Tentu saja langkah awalnya adalah dengan mengenali anatomi aral kreatifitas. Ringkasnya, aral kreatifitas (creativity block) adalah kondisi internal maupun eksternal (lingkungan) yang menghalangi proses kreatif. Aral internal berasal dari dalam diri individu sendiri dan bisa berbentuk pola pikir, paradigma, keyakinan,
ketakutan, motivasi, dan kebiasaan.
Ada kalanya seseorang mempunyai bakat-bakat kreatif dan tertantang untuk mengembangkannya. Sayang, lingkungan sekitar bukannya mendukung dan mewadahi, namun malah menghalanginya. Kondisi lingkungan yang menghambat kreatifitas dan ini bisa berupa aral sosial, organisasi, dan kepemimpinan. Secara singkat, pembahasan kedua jenis aral kreatifitas tersebut adalah sbb:

Aral pola pikir
Dalam konteks kreatifitas, dikenal dua pola berpikir. Pertama adalah pola pikir produktif yang artinya jika dihadapkan pada suatu masalah, seseorang akan berusaha menemukan cara berpikir berbeda, cara pandang baru (sekalipun tidak selalu orisinil), sikap dan perilaku berbeda, merespon dengan cara-cara non konvensional, bahkan unik. Pola semacam inilah yang membuka jalan dan selalu merangsang kreatifitas
seseorang.
Kedua, adalah pola pikir reproduktif yang artinya jika dihadapkan pada masalah, seseorang akan cenderung merespon dengan cara yang sama, mengulang pola pikir atau cara pemecahan lama yang sudah terbukti berhasil. Itu sebabnya pola pikir reproduktif menjadi salah satu penyebab utama kekakuan berpikir, dan dengan demikian menjadi aral kreatifitas.
Seringkali, pola pikir reproduktif berlangsung secara mekanikal atau nyaris otomatis. Dan ini terkondisikan oleh hasil pendidikan model skolastik atau lingkungan yang menuntut cara-cara berpikir praktis dan sangat terstruktur. Sampai pada saat kita mentok dalam upaya pencarian variasi solusi, di titik itulah baru kita sadari keterbatasan pola pikir reproduktif.

Aral paradigma
Tak beda jauh dengan aral pola pikir adalah aral paradigma. Sebagai cara mempersepsi, memahami, dan menafsirkan dunia sekelilingnya, atau alat untuk melahirkan gambaran batin, paradigma seseorang sangat mempengaruhi kreatifitas. Seorang dengan paradigma anti konflik umumnya kurang menyukai perubahan, atau bahkan membenci perubahan yang lebih dianggap sebagai ancaman terhadap kemapanan daripada
dipersepsi sebagai peluang perbaikan. Padahal, kreatifitas seringkali merupakan aktivitas yang melampaui kemapanan. Kreatifitas dapat terlahir atau terstimulasi melalui benturan, persinggungan, percampuran, dan penyatuan berbagai unsur yang berbeda atau bahkan saling bertentangan.

Aral keyakinan
Turunan dari paradigma adalah keyakinan yang bisa menjadi pendorong atau justru menjadi faktor penghambat kreatifitas. Kreatifitas sering memunculkan output baru yang berlawanan atau bahkan mengalahkan hal lampau, mengalahkan senioritas, mengalahkan pengalaman, atau mengalahkan hirarki. Dalam hal keyakinan yang dianut menabukan inisiatif, mengharuskan penghormatan pada senioritas, hirarki, atau
pengalaman misalnya, maka manifestasi kreatifitas umumnya relatif terhambat. Nah, sampai batas mana individu bisa mengelola aral ini, sampai pada batas itulah ia bisa menyediakan ruang kreatifitas bagi dirinya sendiri.

Aral ketakutan
Barangkali aral kreatifitas yang paling mudah dikenali adalah rasa takut. Aral ini bisa berupa takut diabaikan, takut dicemooh, takut dievaluasi, takut dihakimi, takut dianggap bodoh, takut pada ketidaksempurnaan, takut mencoba, takut ambil risiko, takut ide tidak berjalan seperti yang diharapkan, takut gagal, dll. Salah satu sebab
mengapa banyak rapat-rapat kurang maksimal atau kurang kreatif adalah karena masih kuatnya aral ketakutan yang membelenggu para pesertanya.
Pendek kata, kebanyakan rasa takut membuat seseorang cenderung enggan mewujudkan potensi dan mengembangkan kreatifitasnya.

Aral motivasional
Motif sangat mempengaruhi sikap, perilaku, keinginan, atau tindakan-tindakan sengaja lainnya. Tanpa motivasi orang cenderung tidak terdorong dan tidak tergerak untuk meraih sesuatu yang diinginkannya.
Padahal kreatifitas sering menuntut satu rangkaian persiapan, pemikiran, pendefinisian persoalan, dan pemecahannya. Semuanya membutuhkan --dalam derajat tertentu-- usaha dan kerja keras. Bila motivasi rendah, orang cenderung kurang menyukai kerja keras, kurang tekun, dan enggan memanfaatkan kemampuan kreatifnya untuk memecahkan tantangan.

Aral kebiasaan
Sebagai perpaduan antara pengetahuan, ketrampilan, dan keinginan, maka kebiasaan pun jelas berpengaruh pada kreatifitas. Orang-orang kreatif umumnya memiliki kebiasaan-kebiasaan yang menstimulasi kreatifitas. Sementara orang-orang yang kurang kreatif juga memiliki kebiasaan-kebiasaan tertentu, yang sayangnya bisa meredam
kreatifitas. Misalnya; suka menghindari masalah (bukannya mencari solusi), malas berpikir, menghindari tantangan, menghindari tanggung jawab, menghakimi ide-ide baru, berpuas diri, menghindari hal-hal imajinatif, dll. Dihadapkan pada kebiasaan-kebiasaan maka tantangan kreatifitas tidak ada artinya.

Aral sosial
Kreatifitas kadang bukan semata aktivitas individual sehingga langsung atau tidak juga dipengaruhi aspek sosial. Situasi sosial tertentu cukup apresiasif dan menghargai kreatifitas dengan layak sehingga bisa lebih memotivasi indvidu-individu untuk produktif dan kreatif. Sementara situasi sosial lainnya relatif kurang apresiasif atau bahkan mengekang. Pendidikan tradisional misalnya, sering
dianggap sebagai salah satu produk sosial yang kurang memberi tempat bagi kreatifitas.

Aral organisasi
Kini organisasi bisnis menempatkan kreatifitas sebagai motor sekaligus bahan bakar inovasi. Sekalipun peran kreatifitas diakui besar, namun banyak organisasi gagal menyediakan lingkungan atau iklim yang kondusif bagi kreatifitas. Organisasi yang konservatif biasanya kurang merangsang kreatifitas. Sebut pula batasan-batasan
seperti hirarki, aturan yang tidak fleksibel, ketiadaan wadah bagi ekspresi kreatif, egoisme antar departemen, buruknya komunikasi, atau situasi organisasi yang sangat terpolitisasi. Potensi kreatif individu sering tidak maksimal dalam iklim seperti ini.

Aral kepemimpinan
Dalam kehidupan sosial dan organisasional, faktor gaya kepemimpinan juga berpengaruh secara signifikan terhadap proses kreatifitas. Jika pemimpin organisasi kurang memberi ruang kebebasan, kurang bisa momotivasi, tidak mampu memberi tantangan, tidak mampu mengelola hasrat kreatif, kurang memberi penghargaan, tidak memberi
kepercayaan, tidak mendukung, dan tidak mampu menciptakan lingkungan yang kondusif, maka kreatifitas individu-individu dalam organisasi jelas akan terhambat. Seberapa kreatif individu-individu dalam tim, namun jika tidak didukung oleh kemampuan manajemen kreatif pemimpinnya, hasilnya juga kurang menggembirakan.

Sumber: Mengenali Aral Kreatifitas oleh Edy Zaqeus

Thursday, June 09, 2005

Mulailah Dari Diri Sendiri

"Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri".
(QS. Ar-Ra#8217;d:11).

Menyadari realitas ummat saat ini yang menyedihkan dilihat dari berbagai aspeknya, seharusnya memunculkan kesadaran kaum muslimin bergerak untuk memperbaikinya. Setiap muslim, seharusnyalah bergabung dalam upaya perbaikan dan pembangunan ummat (ishlah). Kemunduran yang terjadi pada ummat, harus dirubah sebab-sebab yang menjadikannya demikian. Ketergantungan dalam bidang ekonomi, dimana kaum muslimin tidak mampu mandiri dan berdiri tegak dengan potensi dan sumbedaya yang dimilikinya.

Keterbelakangan dalam bidang ilmu pengetahuan teknologi sehingga kaum muslimin menjadi pengekor dari setiap produk yang ditawarkan ummat lain. Keterikatan ummat secara politis kepada ummat lain yang menjadikan ummat Islam tidak memiliki sikap kecuali apa yang direstui atau didiktekan bangsa lain. Dan kerusakan di bidang akhlak dimana sikap dan perilaku kaum muslimin telah melebur jatidirinya dengan gaya hidup ummat lain. Semua itu, haruslah membangkitkan semangat untuk bergerak dalam upaya perbaikan.

Tetapi, bagaimanakah kita harus bergerak memperbaiki kerusakan yang sedemikian akut dan rumit? Darimanakah kita memulai membangun kembali bangunan ummat yang terserak dalam berbagai pemikiran dan orientasi dalam hidupnya? Gerakan perbaikan macam apa yang harus kita lakukan untuk membangkitkan kembali kesadaran ummat dan mengembalikan jati diri ummat?

Tidak ada perselisihan di kalangan ulama ummat, bahwa yang menyebabkan kemunduran kaum muslimin saat ini, adalah jauhnya Islam dari kehidupan ummat. Maka, gerakan perbaikan ummat adalah gerakan untuk mengembalikan Islam dalam kehidupan kaum muslimin. Gerakan untuk kembali kepada Islam (Back to Islam). Islam sebagai agama yang membentuk kerangka nilai, cara pandang, sikap dan perilaku kaum muslimin dalam seluruh aspek kehidupannya. Inilah gerakan perbaikan, dimana kaum muslimin
yang sadar dan peduli atas nasib ini, untuk bergabung dalam arusnya.

Pada ayat di atas, Allah SWT telah menggariskan prinsip perubahan pada ummat. Perubahan ummat terjadi dengan perubahan yang terjadi pada individu yang menyusun ummat. Apabila setiap individu bangkit memperbaiki dirinya, kembali mengikatkan dirinya pada tatanilai dan aturan Islam, maka itulah awal perubahan dan perbaikan ummat ini. Itulah prinsip perubahan yang telah menjadi sunnatullah dalam kehidupan ini. Dalam prinsip itu pulalah, Rasulullah SAW memulai perbaikan ummat. Melalui perubahan individu, beliau mulai membangun ummat. Rumah al-Arqam (Darul Arqam) tercatat abadi sebagai madrasah Rasulullah SAW, tempat beliau membina para shahabat secara intensif. Di rumah ini, Rasulullah SAW membersihkan jiwa para shahabatnya, mengajarkan al-Qur#8217;an, dan melalui hikmah dan keteladanan menciptakan gambaran yang nyata dalam sikap dan perilaku. Dari rumah-rumah #8220;Arqam#8221; inilah lahir generasi baru ke tengah ummat, dan memiliki daya gerak yang luar biasa dalam upaya perbaikan.

Rasulullah SAW membina para shahabatnya, tidaklah dalam kondisi yang vakum, terlepas dari realitas ummat saat itu. Keadaan saat itu disebut jahiliyah, dalam kegelapan total atas nilai-nilai Ilahi. Sikap permusuhan ditunjukkan pada cahaya Islam, dan tindak kekerasan dialami
kaum muslimin awal. Dalam konteks yang lebih luas, pada saat itu, peradaban dunia dikuasi dua kekuatan adidaya (superpower), kekaisaran Romawi dan Persia. Semua itu disadari benar oleh Rasulullah SAW, bahkan Allah SWT membukakan #8220;peta politik#8221; itu kepada kaum muslimin
melalui surah Ar-Rum, dan ayat-ayat lainnya. Betapapun luas dan jauhnya visi Rasulullah SAW dalam membangun ummat, ia memulainya dari apa yang bisa dilakukannya pada saat itu, yakni mulai membina para shahabatnya.

Mulailah dari diri sendiri! Inilah prinsip perubahan dalam upaya pembangunan ummat. Mulailah dengan melibatkan diri dalam arus perbaikan, baik secara individual maupun bersama-sama. Memperbaiki aqidah, menelaah Islam, dan mendisiplinkan diri dalam pelaksanaan agama yang
tercermin dalam sikap dan perilaku kita seharian.

Kerinduan pada persatuan dan persaudaraan kaum muslimin seluruh dunia, yang akan mengikatkan perasaan dan sikap ummat dalam satu tubuh, haruslah menggerakan kita untuk menata jalinan tali silaturahim ini mulai dari lingkaran diri. Mulai menata pergaulan dengan ayah dan ibu
kita, adik kakak dan saudara kerabat, tetangga dan rekan kerja kita.
Unjukkanlah kepedulian kita pada kaum muslimin di Irak, Palestina dan belahan dunia lainnya, dan mulailah dengan peduli pada saudara di sekitar kita. Bagaimanakah kita bisa benar-benar peduli pada saudara kita yang jauh, apabila saudara disekitar kita abaikan.

Keinginan melihat ummat Islam sebagai sebaik-baik ummat, yang akan memimpin dan membimbing peradaban dunia, semestinyalah menyulut semangat kemandirian kita. Semangat untuk mandiri secara ekonomi, yang diwujudkan dengan kerja keras, pantang menyerah dan berkeluh kesah.
Sungguh, keangkuhan Amerika dan kesombongan Israel, tidaklah mungkin kita hadapi apabila kita masih memposisikan diri sebagai peminta-minta di hadapan mereka, secara sadar ataupun tidak. Dan sungguh, tidaklah mungkin kita membantu saudara-saudara kita, apabila diri kita sendiri pun
belum mampu mandiri dan masih dibantu orang lain. Bangkitlah dan berusahalah mandiri, sebab orang yang tidak punya apa-apa tidak akan bisa memberi apa-apa! (KH. Hilman Rosyad Syihab, Lc.)[BKS-66]

Lentera @ KotaSantri.com
Publikasi : 12-07-2004

Melihat Alam, Menunggu Gempa

Glorianet - Gempa ... Lindu ... Earthquake ... Jishin ...Apa pun namanya, yang jelas jenis bencana alam yang satu ini sedang jadi pembicaraan orang di mana-mana, menyusul berbagai tragedi besar yang terjadi akhir-akhir ini akibat gempa. Berdasarkan catatan 6 bulan terakhir ini, berikut berbagai gempa yang terjadi di Indonesia (tanah tumpah darah) dan Jepang (tanah tempat tinggal sementara ini):
- 23 Oktober 2004, gempa di Niigata prefektur, Jepang (6,8 skala Richter).
- 12 November 2004, gempa di pulau Alor, NTT, Indonesia (6 skala Richter).
- 26 November 2004, gempa di Nabire, Papua, Indonesia (6,4 skala Richter).
- 29 November 2004, gempa di Hokkaido, Jepang (7,1 skala Richter).
- 26 Desember 2004, gempa di Banda Aceh, Indonesia. Kekuatan 8,9 skala Richter disusul gelombang tsunami dengan ketinggian mencapai 48 meter.
- 20 Maret 2005, gempa di Fukuoka prefektur, Jepang (7,8 skala Richter).
- 28 Maret 2005, gempa di pulau Nias, Indonesia (8,7 skala Richter).
(Maaf, untuk negara-negara yang lain sementara ini tidak tercatat)
Yang jelas juga, gempa-gempa yang terjadi itu mengakibatkan ribuan orang meninggal dunia, entah berapa banyak yang luka-luka dan entah berapa banyak rumah/bangunan yang runtuh.
Apakah sekian banyak korban jiwa yang jatuh itu disebabkan oleh kesulitan memprediksi kapan datangnya gempa, atau sedikitnya informasi tentang gempa yang diketahui orang? Bisa jadi keduanya. Terus terang, selama tinggal di Indonesia, saya tidak tahu sedikit pun tentang tentang gempa kecuali dari buku Geografi. Lagipula, di Indonesia sendiri juga relatif jarang ada gempa. Tidak heran jika penduduknya seolah tidak peduli dengan bahaya gempa ini. Pengetahuan saya baru bertambah sejak tinggal di Jepang, negara yang kebetulan posisinya terletak di garis zona pertemuan dua lempeng bumi yang kerap bergeser. Di Jepang gempa memang sudah seperti kejadian "rutin" dan penduduknya sangat sadar akan bahaya gempa dan mengetahui apa yang
harus dilakukan jika terjadi gempa.
Baru-baru ini ada acara yang sangat menarik tentang gempa di Fuji TV. Di situ dijelaskan gempa itu apa, apa saja impact-nya dan bagaimana cara penyelamatan diri darurat yang dapat dilakukan setiap orang jika terjadi gempa. Mungkin orang Indonesia yang tinggal di Jepang juga sempat menonton acara ini. Tapi bagi yang tidak menonton, saya akan membagikan informasinya.
Kalau gunung mau meletus, masih relatif memungkinkan dilakukan tindakan antisipasi lebih awal, misalnya mengevakuasi penduduk. Karena aktivitas perut gunung masih memungkinkan untuk dipantau. Kalau angin typhoon mau dateng juga masih memungkinkan diketahui kapan datengnya, dibaca pergerakan arahnya dan malah diukur kecepatannya. Tapi gempa itu lain .... Gempa tidak bisa diprediksi lebih awal.
Tidak ada penelitian yang bisa dengan tepat memperkirakan kapan dan di mana gempa akan terjadi, serta seberapa besar kekuatannya. Itulah sebabnya kenapa gempa itu sangat berbahaya. Namun, walaupun sulit diprediksi lebih awal, ada beberapa fenomena alam yang patut dicermati dan dapat dianggap sebagai tanda peringatan akan terjadinya gempa.
1. Mulai sekarang, saat jalan sekali-seklai lihat ke langit.
Jika di langit ada awan berbentuk aneh seperti angin puting beliung atau seperti pohon atau seperti batang (vertikal) kemungkinan besar itu adalah awan yang disebut sebagai Awan Gempa yang biasanya muncul sebelum gempa terjadi.
Awan berbentuk aneh itu terjadi karena adanya gelombang elektromagnetis yang berkekuatan sangat besar dari dalam perut bumi, sehingga 'menyerap' daya listrik yang ada di awan. Oleh karena itu bentuk awan seperti terisap ke bawah. Gelombang elektromagnetis itu sendiri terjadi akibat adanya pergeseran atau patahan lempeng bumi. Tetapi, jika ada awan seperti itu di langit, belum tentu itu awan gempa. Mungkin aja karena asap pesawat atau memang bentuk awannya dari sananya udah begitu. Nah, untuk memastikan itu awan gempa atau bukan, coba liat nomor 2.
2. Coba lakukan uji medan elektromagnetis di dalam rumah.
- Cek siaran TV, tiba-tiba "brebet-brebet" atau tidak.
- Kalau ada mesin faksimili, coba cek apakah lampunya tiba-tiba blinking padahal sedang tidak mentransmit data.
- Coba suruh orang lain untuk mengirim fax kepada kita, cek apakah fax yang kita terima teksnya berantakan atau tidak.
- Coba matikan arus listrik. Cek apakah lampu neon tetap menyala redup/remang walaupun tidak dialiri arus listrik.
Jika TV tiba-tiba "brebet-brebet", lampu fax blinking padahal sedang tidak transmitting, fax yang kita terima teksnya berantakan dan lampu neon tetap menyala walaupun listrik mati, itu berarti memang sedang terjadi gelombang elektromagnetis luar biasa yang kasat mata dan tidak dapat dirasakan manusia. Tetapi, jika ada awan gempa di langit dan terbukti ada gelombang elektromagnetis luar biasa, belum tentu juga akan terjadi gempa. Nah, untuk memastikan lebih lanjut, coba lihat no. 3.
3. Perhatikan hewan-hewan.
Amati apakah hewan-hewan seperti "menghilang", lari atau bertingkah laku aneh/gelisah ... Biasanya insting hewan sangat tajam dan hewan bisa merasakan gelombang elektromagnetis.
Nah, kalau ketiga tanda tersebut ada atau terlihat dalam waktu bersamaan, maka Anda harus segera melakukan tindakan antisipasi. Tiga tanda tersebut kemungkinan besar menunjukkan bahwa memang akan terjadi gempa berkekuatan besar. Sebisa mungkin segera lakukan tindakan penyelamatan diri.
Walaupun sudah terlihat di langit, awan gempa tetap tidak menunjukkan kapan persisnya gempa akan terjadi. Awan seperti salah satu foto di atas terlihat di langit Kobe 8 hari sebelum gempa Kobe terjadi tahun 1995. Sebelumnya di tahun 1993, awan gempa terlihat satu hari sebelum gempa Kagoshima. Namun, awan seperti itu hanya terlihat 4 jam sebelum terjadi gempa Niigata 2004. Oleh karena itu, jika Anda melihat awan gempa dan memang sudah ada tanda-tanda seperti yang disebut di atas, secepat mungkin selamatkan diri Anda dan keluarga untuk menghindari kemungkinan yang paling
buruk.
Bagaimana jika gempa besar telanjur terjadi sedangkan kita sama sekali tidak siap? Yah ... selain pasrah dan berdoa, kalau bisa juga sigap. Cepat buka pintu akses keluar lebar-lebar, tetapi jangan langsung lari ke luar. Lebih baik berlindung di bawah meja, karena jika berhamburan keluar rumah, bisa-bisa nanti kepala kita kejatuhan benda-benda keras yang berjatuhan dari atas. Kenapa harus membuka pintu lebar-lebar? Karena dikhawatirkan jika bangunan rumah rusak akibat getaran, akibatnya akan terjadi tekanan dan membuat pintu macet, sulit dibuka. Jika rumah hampir roboh dan pintu tidak dapat dibuka malah bahaya, kita bisa tertimbun di dalam. Makanya,
ingat ... langsung buka pintu akses keluar.
Gempa berkekuatan besar tentu saja ada impact-nya, yang dapat berwujud bencana jenis lain. Jika skala gempanya besar dan episentrumnya di dasar laut, kita harus selalu waspada akan bahaya datangnya gelombang Tsunami.
Tinggi gelombang dapat mencapai puluhan meter seperti yang terjadi di Aceh, atau bisa juga hanya sekitar 2 meter. Namun, walaupun hanya 2 meter, kekuatan gelombangnya sangat dahsyat (seperti tidak ada habisnya) dan tekanannya bisa mencapai 190 kilogram. Bayangkan jika tubuh kita tertimpa beban seberat itu.
Beberapa hal yang dapat dijadikan tanda akan datangnya gelombang Tsunami adalah laut tiba-tiba menyurut sampai agak jauh ke tengah dan burung-burung laut terbang dengan kecepatan tinggi ke arah darat. Kalau sudah begitu, jangan coba-coba ngambil ikan yang ketinggalan di pasir deh .... Langsung lari ke daerah yang lebih tinggi ... SEGERA!!!
Nah, apa yang harus dilakukan jika tidak sempat lari sementara Tsunami sudah di depan mata? Selain pasrah dan berdoa ... jangan berlindung di balik tembok atau pagar beton karena bisa pecah dan malah membahayakan orang yang berlindung di baliknya. Sebisa mungkin berlindung di balik rimbunan tumbuhan (pohon/tanaman/semak/rawa). Kekuatan gelombang akan terpecah dan tidak terpusat saat membentur tanaman. Salah satu rekaman video ketika kejadian Tsunami Desember lalu menunjukkan seorang turis bule selamat karena berlindung dibalik pohon yang rimbun. Betapa pun dahsyatnya ... yang dapat meredam kekuatan alam ternyata alam itu sendiri.
Impact lain dari bencana gempa bumi adalah kebakaran. Untuk yang satu ini, Jepang memang lebih rawan daripada Indonesia, karena rata-rata bangunan rumah di Jepang terbuat dari kayu. Selain itu penduduk Jepang tidak menggunakan gas tabung elpiji seperti di Indonesia, melainkan gas yang sudah disalurkan melalui saluran-saluran pipa gas di bawah tanah dari perusahaan gas negara langsung ke rumah-rumah. Saat gempa Kobe terjadi, banyak rumah dan bangunan terbakar karena gempa mengakibatkan saluran pipa gas dalam tanah pecah dan bocor. Walaupun begitu, ada baiknya penduduk
Indonesia juga waspada akan bahaya kebakaran pasca gempa, mengingat banyak lokasi pemukiman padat penduduk.
Sehebat-hebatnya manusia, tetap saja hanya titik kecil di dunia. Namun, Tuhan itu baik. Buktinya, walaupun ada bencana alam dahsyat, manusia tetap masih diberi kesempatan untuk menyelamatkan diri dan kalau selamat supaya menjadi manusia yang lebih baik. (GCM/tia-*)

RESEP OKE ASMA NADIA Salam Rumah Dunia Edisi Kamis

Pada Minggu (24/5) Rumah Dunia dikerumuni oleh berbagai komunitas dari Serang dan luar Serang, diantaranya para mahasiswa Sastra Universitas Matla’ul Anwar Cabang Carenang, IAIN, UNTIRTA, STKIP, Darul Istiqomah, dan masih banyak lagi. Bahkan ada seorang ibu datang bersama anaknya dari pasar Rebo, Jakarta Timur. Mereka jauh-jauh datang, karena acara pada hari itu adalah “Jumpa Pengarang Bersama Asma Nadia,” penulis yang telah memperoleh 2 kali penghargaan “Adhikarya IKAPI” dan “Mastera” (Majelis Sastra Asia Tenggara)

PUISI
Sebelum acara dimulai, peserta diberi kesempatan untuk mengungkapkan kebisaannya melalui pembacaan puisi. Ini merupakan ciri khas Rumah Dunia dalam setiap acara. Laylawati, guru MTsN Serang, membacakan ‘Aku’ karya Chairil Anwar. Kemudian Ain Quraisin, mahasiswa Sastra UNMA Carenang, membacakan “Pantun Reformasi”, yang langsung disambut tepuk tangan meriah. Akhirnya Aini mendapatkan hadiah antologi cerpen Rumah Dunia; Padi Memerah (Penerbit MU3:Books, 2005).

Wanja, anggota kelas menulis angkatan kelima, sekaligus mahasiswa UNSRI Palembang, membuka acara jumpa pengarang. Tetapi sebelum masuk ke acara inti, kelas teater Rumah Dunia mempertunjukan dramatisasi dari cerpen Asma Nadia, berjudul “Kasmaran”. Asma dan penonton terbahak-bahak menyaksikan pementasan tersebut. Cerpen “Kasmaran”, memang, menceritakan tentang komedi romantis.

Langit bersahabat pada sore itu. Acara inti pun di pandu oleh Najwa Fadia, ketua Forum Lingkar Pena (FLP) Serang, yang juga pengarang. “Saya selalu grogi kalau berbicara di hadapan banyak orang pinter,” Asma membuka obrolannya. Lalu ia memaparkan tentang karya populer, proses kreatif, tentang penerbit, dan seabrek motivasi untuk menulis, agar karya yang dihasilkan bisa menjadi berkesan dan
berisi. “Saya merasa bebas untuk menulis dan tidak ‘macam-macam’ mengharapkan apa-apa. Setidaknya saya puas ketika menyelesaikan suatu naskah. Dan ingat, jika anda menulis tetapi tidak menyelesaikannya maka anda tidak akan mendapat kebaikan,” lanjutnya dengan ekstrim.

KOREKSI
Peserta dipersilahkan mengajukan pertanyaan. “Jika Mbak merasa bebas dalam menulis, bagaimana dengan teknik penulisan itu sendiri?” Lia dari Ciceri, bertanya. Idris dari UNMA melontarkan kegelisahan tentang kecendrungan karangan Asma yang ke remaja, target yang harus dicapai, dan menggali ide/inspirasi. ”Kalau untuk menulis, agar tidak monoton itu bagaimana, Mbak?” Ain menyusul dengan pertanyaan lain.

Setelah tersenyum sebentar, adik kandung Helvy Tiana Rosa ini memaparkan, bahwa dirinya tidak menginginkan dikotomi sastra dan jangan terpaku pada peraturan. Dari pada kita terus memikirkan teknik penulisan, terus kapan nulisnya? Yang penting prakteknya. Ketika menulis muntahkan saja semua tenaga seperti sewaktu memuntahkan makanan, jangan ragu-ragu. Setelah itu jangan lupa untuk mengkoreksinya. “Menulislah dengan hatimu dan koreksilah dengan pikiranmu. Menulis dalah keterampilan dan keterampilan bisa diasah dan dipelajari!” tambahnya dengan pasti.

Mengenai karangannya yang kebanyakan bertemakan remaja dan komedi, Asma menjelaskan, “Sebenarnya tidak semua karya saya bertema komedi dan remaja, tetapi banyak juga karya serius dan dewasa, seperti dalam novel terbaru saya ‘Cinta Laki-laki Biasa’.”
Kemudian Asma mengomentari tentang target apa saja yang harus digapainya. Menurutnya, penulis pemula harus memasang target yang harus ia kejar untuk menumbuhkan vitalitas sebagai penulis. Seperti rencananya yang ia paparkan, “Sewaktu saya menjadi penulis pemula, saya menginginkan 3-5 buku dalam setahun yang harus saya tulis. Dengan syarat saya harus menyerbu majalah Islam, majalah umum, dan koran,” paparnya. Masih menurut pendapatnya, bahwa bagi penulis pemula dalam jangka 3 bulan harus menghasilkan cerpen, 6 bulan merambah ke media, dan satu tahun harus sudah punya buku. Target-target ini harus kita rencanakan dan harus benar-benar diperhatikan bagi para calon penulis biar lebih jelas dan terperinci. “Dan saya pun masih ingin menulis lebih baik lagi,” lanjutnya. Dan tentang ide, itu banyak sekali di sekeliling kita, tinggal kita mencarinya dan merekam dalam otak kita. Dan yang paling penting adalah banyak baca.

SEKOLAH
Laylawati bertanya. “Sebagai seorang guru bahasa Indonesia, saya merasa kesulitan ketika menyuruh anak didik saya untuk menulis atau membuat suatu karangan. Bagaimana Mbak untuk membuat mereka tertarik melakukannya?” Memang anak-anak atau remaja selalu tidak mau jika diceramahi. Mereka lebih gampang menyerap sesuatu dari iklan atau apa pun yang terlintas di hadapan mereka.
“Memang bagi mereka tugas dari sekolah sangat membebani. Tetapi tinggal bagaimana membuat How fun it’s to be writer! Asma membuka opininya. Lalu ia menawarkan solusi dengan cara mengundang penulis untuk datang ke sekolah-sekolah dan menjelaskan, bahwa menjadi seorang penulis itu enak sekali, selain mendapatkan royalti juga menambah ilmu dan relasi.
Akhirnya Najwa Fadia yang kumpulan cerpen terbarunya Panggil Aku Bunga bersama Ibnu Adam Aviciena, memandu acara terakhir dan yang ditunggu-tunggu, door prize. Peserta pun semakin antusias mengikutinya. Pertanyaan pun bermacam-macam, bahkan ada pertanyaan, siapa nama bayi Gola Gong yang pada Minggu (24/4) pagi dilahirkan? Dan acara jumpa pengarang ditutup.
“Acara ini sangat bagus sekali. Dan alangkah lebih bagus lagi diterapkan di sekolah-sekolah atau kampus-kampus,” komentar Sholikin, mahasiswa semester 4 Sastra UNMA Carenang. Naimah, guru di Ponpes Darul Istiqomah, mengomentari acara seperti dilaksanakan di pesantrennya juga, agar menumbuhkan minat baca dan tulis bagi para santri.
Sambil melayani peserta yang meminta tanda tangan, Asma mengatakan, “Penulis Serang mempunyai kesempatan yang besar untuk mempublikasikan dirinya melalui Rumah Dunnia, FLP Serang, dan media lokal seperti Rdar Banten atau pun nasional. Saya optimis.” Ketika ditanya pesan bagi Rumah Dunia, Asma yang juga ditemani penulis dari Jakarta, Biru Laut, berkata bahwa Rumah Dunia harus membuka cabang sebanyak-banyaknya.[Qofal F, anggota kelas menulis V RD dan mahasiswa TBI IAIN]

Radar Banten, 28 April 2005

dimuat secara utuh dari milis 1001buku

Tak ada PT Indonesia di 100 Besar Asia

JAKARTA --Pada tingkat dunia, perguruan tinggi Indonesia tak tercatat di rangking 500 besar. Perguruan tinggi-perguruan tinggi Indonesia cenderung menunjukkan penurunan kualitas di tingkat Asia. Riset tahunan majalah terkemuka Asia Week pada 2004 misalnya tak lagi mencantumkan perguruan tinggi asal Indonesia di rangking 100 besar Asia. Pada tingkat dunia, perguruan tinggi Indonesia tak tercatat di rangking
500 besar.

Image hosted by Photobucket.com Di tengah tenggelamnya pamor perguruan tinggi Tanah Air, negara-negara seperti India, Cina atau Singapura terbukti mampu terus meningkatkan mutu akademiknya. India, yang beberapa tahun lampau baru bisa berbicara di tingkat Asia, kini telah mampu bercokol di level dunia. Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Depdiknas, Satrio Soemantri Brodjonegoro, pada lokakarya ''UI Menuju World Class University'' di Pusat Sastra Jepang, UI, Depok, Selasa (17/5). Terakhir, pada 2000, Indonesia berhasil menempatkan empat perguruan tinggi dalam kategori 100
terbaik Asia. Empat universitas yang dimaksud adalah, UI rangking 61, UGM rangking 68, Undip rangking 73, dan Universitas Airlangga rangking 75 (Asia Week edisi 30 Juni 2000). Namun setelah 2000, tak ada lagi universitas Indonesia yang mampu bercokol di rangking 100 besar Asia.

Image hosted by Photobucket.comMenurut Soemantri, melorotnya peringkat perguruan tinggi Indonesia di tingkat Asia, tidak lepas dari ketidaktepatan strategi nasional. Salah satu alasan mengapa India dan Cina mampu melejit, kata Satrio, lantaran mereka berani melakukan subsidi terpusat kepada 10 universitas terpilih. Kebijakan ini memang akan 'menganaktirikan' universitas lainnya. ''Mereka terpaksa harus puasa dulu,'' tutur Satrio. Namun, lanjut dia, setelah universitas terpilih meningkat status menjadi world class university kelak mereka mampu mengangkat universitas lainnya. Kata Satrio, kebijakan seperti ini sulit diterapkan di Indonesia.

Image hosted by Photobucket.comIni lantaran prinsip sama rata yang diterapkan pemerintah dalam alokasi anggaran ke universitas. ''Kalau terpusat, akan banyak penolakan apalagi ini era demokrasi,''. Namun, rektor UI, Usman Chatib Warsa, menyatakan kegagalan perguruan tinggi Indonesia masuk ke rangking 100 besar Asia lebih disebabkan minimnya up date informasi soal kemajuan-kemajuan universitas tersebut ke lembaga pemeringkat. Karena itulah, kata Usman, perlu lebih ditingkatkan kolaborasi antara perguruan tinggi Indonesia dengan komunitas internasional. Dengan demikian, universitas tersebut akan lebih dikenal, dan kelak tak sulit memperoleh pengakuan internasional. UI, kata Usman, ditargetkan untuk kembali berbicara di tingkat regional pada 2010.

Menuju kelas dunia

Satrio menyatakan ada beberapa indikator bagi sebuah universitas hingga layak disebut sebagai world class university. Salah satunya, kata dia, dilihat dari ada tidaknya peraih penghargaan Nobel di situ. Indikator kedua adalah jumlah mahasiswa asing. Satrio mengungkapkan, salah satu universitas di Singapura mampu bercokol di urutan 18 dunia lantaran memiliki banyak mahasiswa asing. Padahal mereka tak memiliki peraih penghargaan nobel. Indikator lainnya adalah jumlah dosen asing yang mengajar di situ.

Kualitas sebuah universitas juga dilihat dari kualifikasi staf pengajar lokalnya. Yakni seberapa banyak dosen yang bergelar doktor serta prestasi apa yang pernah diraihnya. Indikator yang tak kalah penting adalah bandwith connectivity atau ketersambungan dengan dunia luar. Ini, kata Satrio, dilihat dari seberapa besar tingkat pemakaian internet oleh mahasiswa, serta seberapa cepat akses internet yang digunakan.

Rasio dosen dengan mahasiswa, dan student selectivity (tingkat persaingan mahasiswa untuk masuk ke universitas tersebut) juga menjadi salah satu indikator utama. Indikator lainnya adalah jumlah perputaran uang di universitas, penilaian orang luar
(pakar) terhadap institusi, serta publication index, yakni seberapa banyak hasil riset para peneliti di universitas tersebut dikutip orang lain.
Indikator-indikator ini, kata Satrio, dirilis oleh Shanghai University dan digunakan di banyak negara Asia.[imy]

copyright Republika
Rabu, 18 Mei 2005

AGAR PERPUSTAKAAN TAK JADI KUBURAN

Image hosted by Photobucket.comPerpustakaan, dari zaman ke zaman, adalah "nyawa" kehidupan sebuah peradaban. Tidak ada peradaban di dunia yang berkembang dan terus membaik tanpa bermodalkan buku. Perpustakaan adalah juga jantung kegiatan pendidikan. Tidak ada sekolah yang berhasil melahirkan para lulusan dengan prestasi hebat tanpa buku. Betapa pentingnya mendirikan rumah baca di tengah masyarakat luas? Dan betapa akan terlihat mati sebuah kehidupan tanpa buku?
Pertanyaannya, apakah cukup hanya mendirikan bangunan fisik sebuah perpustakaan dan kemudian mengisinya dengan buku-buku bermutu? Untuk langkah awal, tentu, pendirian bangunan fisik amat perlu. Hanya, setelah bangunan berdiri, sebuah perpustakaan sangat layak untuk menjaga keberadaannya dengan kegiatan-kegiatan yang menggairahkan berkaitan dengan buku.
Menarik minat masyarakat untuk membaca pada zaman sekarang bukanlah pekerjaan mudah. Ada banyak "musuh" kegiatan membaca yang telah menyebar dan mengakar di tengah masyarakat. Kita bisa menyebut televisi--meskipun telah berjasa memberikan hiburan selama 24 jam full--sebagai salah satu "musuh" terbesar itu.
Namun, akan sangat membuang energi apabila kita hanya menyalahkan "musuh-musuh" kegiatan membaca. Alangkah bagusnya apabila energi yang kita miliki, kita coba gunakan untuk mencari sesuatu yang dapat membantu para pengelola perpustakaan, atau pihak-pihak lain yang concern terhadap bangkitnya minat membaca di masyarakat, agar lebih termotivasi untuk terus mau dan mampu "menghidupkan" perpustakaan hingga akhir zaman.
Berikut adalah beberapa usulan saya yang semoga dapat memberikan alternatif untuk "menghidupkan" perpustakaan. Usulan ini tentu bukan usulan final. Ini merupakan usulan yang dapat dipilih dan dipertimbangkan sesuai kemampuan dan ketersediaan dana yang ada. Saya sengaja mengurutkan usulan saya ini dari yang paling mudah ke yang, mungkin, paling sulit dilaksanakan. Semoga bermanfaat.

1. Menempel poster orang-orang yang sukses lantaran kesuksesan itu mereka raih lewat membaca buku.
Bayangkan, di sebuah perpustakaan terdapat foto atau gambar Buya Hamka, Soekarno, Deliar Noer, Fuad Hassan, Nurcholish Madjid, Ratna Megawangi, atau tokoh-tokoh lain, yang terpampang dengan jelas dan kemudian setiap orang yang melihat foto atau gambar tersebut dapat memahami bahwa mereka sukses lantaran mereka menjalankan kegiatan membaca buku.

2. Menempel poster para penulis yang telah berhasil mewarnai dunia dengan karya-karya tulisnya.
Bayangkan pula, di sebuah ruang perpustakaan yang kecil namun nyaman, para pengunjung perpustakaan yang masih anak-anak dapat melihat sosok-hebat H.C. Andersen, Al-Ghazali, Anne Frank, R.A. Kartini, Jalaluddin Rumi, Annemarie Schimmel, Mohammad Hatta, J.K. Rowling, dan para penulis kondang lain, yang telah berjasa menyebarkan ilmu lewat buku-buku karyanya.

3. Ada kegiatan membaca dan menulis yang saling melengkapi dan mendukung.
Bayangkan pula, para pengunjung perpustakaan tidak hanya membaca buku namun juga disediakan meja untuk menuliskan ide-idenya, gara-gara pikirannya berinteraksi dengan pikiran para penulis buku yang dibacanya. Sebuah perpustakaan dapat melahirkan para penulis, apakah mungkin?Image hosted by Photobucket.com

4. Menyediakan bahan bacaan yang lengkap, kaya, dan beragam, yang tak hanya buku.
Bayangkan, apabila ada perpustakaan untuk anak-anak yang dapat menarik minat para orangtua, paman dan bibi, dan anggota keluarga mereka yang lain untuk juga dapat mendapatkan bahan-bahan bacaan yang bagus dan bermutu? Bayangkan, jika di perpustakaan itu juga menyediakan bukan hanya buku tetapi publikasi lain, seperti katalog, buletin, ataupun berita-berita ringan tentang perkembangan teknologi informasi (komputer dan ponsel, misalnya)?

5. Ada teladan (role model) baca-tulis di perpustakaan yang dapat dilihat oleh pengunjung perpustakaan setiap hari.
Bayangkan, sebuah perpustakaan yang para pengelola perpustakaannya juga aktif membaca dan menulis? Di papan pengumuman atau majalah dinding perpustakaan tertempel tulisan-tulisan para pengelola perpustakaan yang mengabarkan tentang kehebatan sebuah buku baru yang baru tiba?Image hosted by Photobucket.com

6. Ada, sesekali, pelatihan peningkatan keterampilan baca tulis untuk semua kalangan.
Bayangkan, apabila sesekali di sebuah ruang perpustakaan yang sempit diadakan pelatihan peningkatan keterampilan membaca dan menulis? Bagaimana mengenali buku yang bergizi, misalnya, dan bagaimana membaca dengan menggunakan keseluruhan komponen otak dan indra, misalnya lagi?

7. Ada tokoh masyarakat yang dihadirkan ke perpustakaan, dan tokoh itu memiliki minat dan perhatian yang besar terhadap tumbuh berkembangnya kegiatan baca tulis di masyarakat luas.
Bayangkan, apabila proses "menghidupkan" perpustakaan ini juga didukung dan melibatkan para tokoh masyarakat, seperti lurah, camat, bupati, walikota, gubernur, pejabat negara, para guru, dosen, pengusaha, public figure, dan para selebriti? Bayangkan pula bahwa para tokoh masyarakat ini bukan hanya berdiri di pinggiran dan menyaksikan kegiatan perpustakaan itu dari luar. Namun, mereka benar-benar membenamkan diri dan memiliki jadwal khusus setiap minggu untuk ikut membaca dan menulis di sebuah perpustakaan. Apa yang akan terjadi dengan perpustakaan-perpustakaan kita apabila bayangan-bayangan itu mewujud nyata? []

Hernowo

Wednesday, June 08, 2005

Latihan Aktualisasi Potensi Kreatif

Dua artikel sebelumnya telah membahas apa saja aral kreatifitas (creativity blocks) serta tujuh kebiasaan orang-orang kreatif. Tidak terlalu sulit mengidentifikasi aral kreatifitas, karena sebagian besar dari kita memilikinya, atau secara tak sengaja memeliharanya. Pun tak terlalu sulit mengenali kebiasaan-kebiasaan apa yang membuat
orang-orang kreatif jadi begitu produktif. Namun, bagaimana cara mengaktualisasikan potensi kreatifitas yang ada pada diri setiap orang? Aktivitas-aktivitas apa saja yang bisa mengeliminir aral kreatifitas dan sebaliknya merangsang aktualisasi potensi kreatif?
Sesungguhnya, latihan-latihan sederhana sudah bisa menstimulasi kondisi mental dan pikiran untuk lebih siap menjalani proses kreatif. Seperti diungkapkan sebelumnya, banyak penghalang kreatifitas berasal dari konstruksi pikiran (frame of thinking), kondisi psikologis, dan kebiasaan-kebiasaan yang konsisten. Faktor-faktor ini membekukan potensi kreatif. Dan, jika kondisi mental dan pikiran tidak siap atau
menolak, proses kreatif pun tidak bisa dipaksakan.
Latihan-latihan sederhana berikut ini berfungsi untuk menggelitik sisi-sisi pikiran dan mental, sampai pada titik di mana tercipta kondisi yang lebih terbuka. Disambung kemudian dengan latihan mengasah kemampuan dan teknik kreatif dalam berbagai bentuk dan tingkatannya. Berikut latihan-latihan yang dianjurkan:

1. Berpikir kebalikan
Sungguh, pikiran kita begitu terlatih untuk berpikir atau memandang sesuatu dengan cara yang begitu terstruktur. Kita selalu berpikir dengan satu sudut pandang tertentu, berdasarkan posisi yang kita yakini kebenarannya, yang sudah semestinya begitu, dan sebisa mungkin tidak diubah. Kita terfokus pada satu titik tertentu, dan biasanya mengabaikan titik yang lain.
Taruhlah, jika Anda adalah seorang yang selalu berpikir positif, maka secara otomatis Anda akan menolak segala bentuk pikiran negatif. Jika Anda sangat fanatik dengan data-data kuantitatif, Anda tak akan bisa dibuat percaya dengan asumsi-asumsi non-statistikal atau kualitatif. Jika Anda sangat berorientasi pada profit, Anda pun akan sulit menerima pertimbangan-pertimbangan yang berorientasi sosial.
Nah, latihan ini menuntut Anda untuk 'merelakan' diri berkelana ke alam pikiran yang secara diametral berlawanan. Berkelana dalam arti kemampuan untuk melepaskan pola pikir sebelumnya, mencoba menggunakan pola lawan, dan 'mengalami' (berproses) dalam pola tersebut. Contohnya, kalau Anda terpola untuk menghasilkan prediksi bisnis
dengan out put selalu positif, maka sekali waktu, buatlah prediksi dengan out put negatif.
Hal terpenting di sini adalah proses mengalami sesuatu yang sebaliknya dari yang sudah biasa. Latihan ini menstimulasi pikiran untuk terbuka pada perspektif yang lebih segar atau kemungkinan-kemungkinan lain yang selama ini terlewatkan.

2. Mencoba hal baru
Kita semua memang menyukai hidup dalam sona kenyamanan dan kemapanan. Kalau sekarang sudah baik, jangan ada pikiran untuk mengubahnya. Ini membekukan potensi kreatif. Mencoba hal-hal baru adalah esensi kreatifitas. Sekalipun Anda begitu fanatik dengan sesuatu pola, mode, cara, teknik, atau keyakinan tertentu, sekali waktu lakukan
pemberontakan secara sengaja. Cobalah hal baru!
Pindah kantor, ganti lay out ruang kerja, bentuk tim baru, cari mitra baru, pindah supplier, coba bisnis sampingan baru, gunakan rute jalan baru, pakai moda kendaraan baru, ganti potongan rambut, ganti penampilan, pindah kontrakan, kunjungi restoran baru, ganti menu baru, kenali karakter yang sangat berlawanan, coba hobi-hobi baru,
dll.
Esensi dari latihan ini adalah pada peneguhan diri, keberanian mencoba, sensasi saat merasakan perbedaan (feel the different), dan menemukan sesuatu yang lain. Ini akan mengkondisikan pikiran dan mental menjadi lebih terbuka bagi proses kreatif.

3. Kuantitas jawaban
Kreatifitas bisa dirangsang dengan memberi tantangan kepada diri sendiri. Caranya; ajukan suatu pertanyaan, kemudian kerahkan pikiran untuk menemukan jawaban sebanyak target tertentu (4-5 kali lipat dari kapasitas biasanya). Pada tahap ini, kualitas jawaban bukan hal yang pokok. Yang terpenting adalah memacu pikiran untuk menelorkan jawaban atau gagasan sebanyak-banyaknya dalam waktu secepat-cepatnya.
Contoh; Sebutkan 50 cara paling baru dan tercepat untuk meningkatkan income! Nah, Anda dipersilakan menggali seluruh kemungkinan jawaban, mulai dari yang paling rasional sampai yang paling tidak masuk akal. Fokus latihan ini adalah pada kelincahan berpikir serta pengaktualisasian ide abstrak menjadi ide tertulis (konkrit).

4. Mengamati
Banyak cetusan ide berasal dari aktivitas melihat dan mengamati secara langsung sebuah kejadian, proses, benda, atau aktivitas tertentu. Jika Anda mendapat tantangan menemukan ide kreatif bagi pemecahan masalah tertentu, segera lakukan pengamatan terhadap situasi di sekitar. Amati dan selami benda-benda apa saja --baik
warna, bentuk, fungsi, komponen, ukuran, bobot, dll-- yang selama ini luput dari perhatian. Mengajukan pertanyaan 5W+H (what, when, where, why, dan how) terhadap benda atau suatu proses juga bermanfaat untuk mempertajam pengamatan. Kemudian ajukan pula pertanyaan, "Apakah ini bisa dibuat lebih baik?", "Apakah bisa dilakukan dengan lebih mudah?", dll.
Jika di dalam ruangan tidak cukup merangsang pemikiran baru, pergilah ke suatu tempat dan lakukan pengamatan dengan lebih leluasa. Anda pun bisa mengunjungi tempat-tempat menarik yang sekilas tidak ada relevansinya dengan persoalan yang dihadapi. Ingat, ide bisa muncul dari mana saja dan oleh karena rangsangan apa pun. Dan sebuah ide kreatif bisa muncul dari situasi dan kondisi yang sangat berlawanan
dari konteks persoalan semula.
Pengamatan yang sungguh-sungguh serta dalam kondisi pikiran terbuka memudahkan ide-ide kreatif muncul. Tom Kelley dan Jonathan Littman dalam bukunya The Art of Innovation menekankan kebenaran prinsip tersebut.

5. Tiga prinsip
Ingat dengan tanda pengoperasian bilangan (+, -, x)? Tanda-tanda pengoperasian bilangan dalam matematika itu bisa pula dipakai untuk mengolah atau menemukan ide-ide baru. Sesungguhnya, banyak penemuan atau karya-karya baru dihasilkan melalui penggunaan prinsip menambah, mengurangi, atau melipatgandakan.
Cobalah latihan sederhana berikut, yaitu memvermak baju atau kaos lama. Anda bisa membuat baju-baju itu punya penampilan baru dengan menambahkan sejumlah asesoris, stiker, bros, badge, dll. Untuk kaos, coba potong kedua lengannya, potong bagian bawahnya (bagi cewek bisa dipotong sampai bagian pusar nampak), beri corak dengan coretan (grafiti), atau beri warna baru, boleh juga dilobangi, nah… jadilah kaos tanpa lengan yang menarik! Anda sudah membuat karya sendiri!
Misalnya, Anda mendapat tugas membuat proyek rancangan mobil inovatif. Dengan menggunakan ketiga prinsip tersebut, Anda bisa menggali ide dengan membuka pertanyaan;

(+) Apa yang harus dilakukan untuk menambah kecepatan, kelengkapan asesoris, kenyamanan, gengsinya?
(-) Apa yang harus dilakukan untuk mengurangi borosnya BBM atau risiko kecelakaan?
(x) Apa yang harus dilakukan untuk melipatgandakan permintaan konsumen?

Nah, cukup sederhana bukan? Kreatifitas itu dimiliki oleh setiap orang. Bukalah potensi kreatif diri sendiri, buang penghalang-penghalang kreatifitas! Lakukan aktivitas yang merangsang pikiran dan mental untuk lebih terbuka terhadap perubahan atau hal-hal baru. Pada saat yang bersamaan, teruslah berlatih dengan mencoba aktivitas-aktivitas kreatif, mulai dari yang paling sederhana. Selanjutnya, tingkatkan kemampuan kreatif tersebut dengan menambah teknik-tekniknya dan memperluas cakupan tantatangannya.

Selamat berlatih!

Sumber: Latihan Aktualisasi Potensi Kreatif oleh Edy Zaqeus

Monday, June 06, 2005

How will I Know if I Met The Person I should Marry

The choice of a marriage partner should not be based on "I get a warm,wonderful feeling whenever we're together and I want to have that warm wonderful feeling forever, so let's go get married". Feelings, as we have discussed,have no logic on their own. They need to be acknowledged, of course, but they need considerable assistance from your brain.

Marriage means choosing the person you will spend the rest of your life with. This, as you may have guessed,is a very long time to spend with one person. This person will live with you, eat meals with you, sleep with you,and go on vacation with you. More important yet, this person will share your children. You need to choose wisely. The decision should not be made based on feelings alone. You need to ask yourself some tough questions. The decisions have to be made on solid considerations.

Will this person be a good partner?

Is she mature enough to put her own selfish desires aside to look out for what is best for the family?

Is he prepared to be a good provider?

What is his track record?

Is he responsible enough to get a good job and keep it?

Will this person be a good parent?

Can you stand the thought of your children turning out exactly like this person?


They will, you know.Children spend a lot of time with their parents and consequently pick up many or most of their parents'character traits. You had better like your spouse's traits a lot because you will be seeing them again in your children.

If something were to happen to you, would you completely trust this person, alone, with the ask of raising and forming your children? This is not a pleasant thought, but it is an important consideration. Not everyone dies at a ripe old age with great grandchildren gathered around the bed. Sometimes a parent dies and leaves young children! in the care of the other parent. If you feel that you would need to be around to correct or lessen this person's influence on your children, then you are considering the wrong person.

Does this person share your faith in God?

God does not give us children so that we can mold them into the coolest, most popular people in school.Our job is to get them to heaven. To do that, we need to raise them believing in God. It is tough to do that if only one parent believes.

Saying "this is right and this is wrong, and I want you to ignore Mommy until you are thirty-five" does not work. Small children ask about eight skillion questions in a single day. The answers to those questions go a long way toward forming the kind of adults they will become. Who will be answering those questions for your children?

Does this person you are marrying have sexual self-control?

Single people sometimes have this idea that marriage is just some kind of lifelong sex festival and that as long as they have each other, they will never be tempted by other people. Wrong! There are many times in every marriage when one partner or the other is sexually unavailable - illness,the last months of pregnancy, travel. There are also times when spouses, just get on each others' nerves.

At times like this, other people can seem very appealing. That can be dangerous, because there are plenty of very attractive people out there who are willing to make them available to married men and women. Do you want someone who has never said "no" to sex? If he is not good at saying "no" at eighteen, it won't be different at forty.

Do you want to worry about whether or not your spouse is being faithful?

These are very important questions, and if you are not comfortable with all of the answers, you should definitely not marry this person.

None if this is to say that feelings play no role at all in a marriage decision. You don't have to, "Well,I suppose that you would make a good spouse and parent, so even though I don't particularly like you I guess I'll marry you'. You need to be happy and excited about the prospect of spending your life with someone. Your brain however, must acknowledge that this person as a good catch.

Don't listen to your heart alone or your head alone.Wait until your heart and head agree.

Image hosted by Photobucket.com

Saturday, June 04, 2005

Dengan Islam Emosi Lebih Terkendali

Ivone, begitu gadis ini sering dipanggil. Ia lahir di Solo 24 tahun yang lalu. Anak pertama dari 3 bersaudara ini sedang menyelesaikan studinya di sebuah universitas swasta di Solo. Seperti kebanyakan keluarga keturunan Tionghoa, Ivone telah terbiasa dididik untuk hidup mandiri sejak kecil. Karenanya, sembari kuliah ia pun bekerja di sebuah perusahaan di Solo.

Ivone dibesarkan dalam lingkungan keluarga penganut katolik yang taat. Bahkan sejak kecil, ia telah dibaptis. Setiap minggu, Ivone pasti diajak bersembahyang di gereja oleh kedua orang tuanya. Aktivitas gereja ia ikuti dengan tekun, termasuk menjadi anggota koor gereja. Berbagai ritual keagamaan pun ia lakukan selayaknya seorang penganut agama Katolik. Pengakuan dosa dan berkunjung ke gua Maria adalah contoh
ritual yang sering ia lakukan. Tidak cukup dengan ini, sejak SD hingga tamat SMA, Ivone mengenyam pendidikan di berbagai lembaga pendidikan Katolik di Solo.

Seiring bertambahnya umur dan berkembangnya akal pikiran, semenjak lepas SMP, ia pun merasakan kejanggalan dalam agamanya. Pengakuan dosa tak pernah ia lakukan lagi. Ia merasa tidak ada gunanya datang ke seorang Pendeta untuk mengakui dosanya. Ivone berpikir kenapa ia tidak langsung mengaku dosa kepada Tuhan dan meminta ampun langsung kepada-Nya. Inilah awal munculnya keraguan akan kebenaran agamanya.

Setelah tamat SMA, Ivone melanjutkan pendidikan di sebuah sekolah kepribadian di Yogyakarta. di kota Gudeg inilah Ivone mengalami perubahan pergaulan. Ia mulai berinteraksi dengan teman-teman barunya yang mayoritas beragama Islam. Walaupun tak pernah berdiskusi masalah agama, Ivone sering merasa terharu melihat teman-temannya melaksanakan shalat. Ia melihat bagaimana teman-temannya merasa tenang setelah
menunaikan shalat.

Suatu ketika, seorang temannya meminjami Ivone buku-buku karangan Hj. Irena Handono (Mantan biarawati yang telah menjadi muallaf, red). Setelah membacanya, keraguan akan kebenaran agamanya makin menguat. Ivone kemudian membeli sebuah terjemahan Al-Qur'an. Berhari-hari membaca Al-Qur'an, Ivone menjadi semakin tertarik dengan Islam. Ia kemudian membandingkan dengan Al-Kitab yang ia miliki, ternyata suara hatinya
lebih mempercayai kebenaran Al-Qur'an.

Di tengah keraguannya, Ivone mulai membeli buku-buku Islam, kemudian mendiskusikan isinya dengan teman-teman muslimnya. Berbagai buku Islam ia baca dan pelajari. Pada saat itu, hatinya telah tertarik dengan keindahan Islam. Namun ia belum berani mengutarakan keinginannya untuk belajar lebih mendalam mengenai Islam. Ivone lebih memilih buku-buku sebagai ustadz pengajarnya.

Ketika memasuki Ramadhan 2003, Ivone berniat untuk melaksanakan ibadah puasa. Niatnya ini didukung oleh teman-temannya. Semenjak awal Ramadhan, Ivone berpuasa layaknya seorang muslimah. Manfaat puasa sebagai pengendali nafsu sangat ia rasakan. Ketika siang hari menahan lapar, sering Ivone merencanakan akan makan besar setelah berbuka. Ternyata, hanya dengan sedikit makanan dan minuman, ia telah merasa puas. Dari
situ ia mengambil kesimpulan, ternyata manusia terlalu menuruti kehendak nafsunya dan puasa adalah metode ampuh untuk mengendalikan hawa nafsu.

Semenjak itu, Ivone sering merenungi kehidupannya selama ini. Ia merasa dirinya telah jauh dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Setelah sekian lama meninggalkan-Nya, Ivone rindu ingin segera menemui-Nya. Setiap malam, dengan diringi tetesan air mata, ia selalu berdoa, "Ya Allah, kalau Islam ini adalah jalanku, mudahkanlah aku
mencapainya."

Kerinduan tak pernah membutuhkan kata-kata untuk mengungkapnya, mungkin inilah gambaran yang tepat bagi Ivone. Seringkali ia tak mampu melantunkan doa, hanya menangis sepanjang malam. Ia merasa terombang-ambing. Disebut sebagai seorang Katolik, ia tak lagi mempercayainya. Disebut muslimah, ia belum bersyahadat dan tidak tahu cara melaksanakan shalat. dan tak mampu melantunkan doa, ia hanya bisa menangis
sepanjang malam. Kejadian ini terus berlangsung selama kurang lebih 1 bulan.

Tak lama kemudian, Ivone bertemu dengan temannya. Ia mengutarakan niatnya untuk masuk Islam. Oleh temannya, ia dijanjikan untuk bertemu dengan seorang ustadz. Setelah lama menunggu, Ivone menghubungi temannya untuk menanyakan kepastiannya. Niatnya untuk segera memeluk Islam belum kesampaian, ternyata temannya telah pergi bekerja di Jakarta.

Akhirnya, 25 Oktober 2004, Ivone resmi menjadi seorang muslimah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat di. Ivone melaksanakan shalat untuk pertama kalinya. Walaupun belum mengerti tata cara shalat, ia bisa merasakan nikmatnya shalat. Semenjak rakaat pertama, Ivone terus menangis. Dalam hatinya ia berkata, "Ya Allah, ini Ivone
datang". Ketika itu, ia merasa dirinya bagaikan terlahir kembali.

Jika ramadhan tahun 2003 ia lalui dengan teman-temannya di Yogya, maka Ramadhan tahun 2004, Ivone melewatinya sendiri. Tetapi di tengah kesendiriannya, ia merasa lega karena telah menjadi seorang muslimah. Di bulan ini pula, ia bisa menghafal Al-Fatihah dan beberapa surat pendek. Shalat 5 waktu pun tak pernah ia tinggalkan.

Hingga saat ini, keluarga Ivone belum mengetahui keislamannya. Dan Ivone pun tidak tahu seperti apa reaksi keluarganya jika mengetahui ia telah berpindah agama. Namun demikian, Ivone telah siap menanggung segala resiko yang bakal ia hadapi. Dan ia bersyukur, Allah telah memudahkannya menerima pekerjaan baru di sebuah bank di Solo. Paling tidak, jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, secara ekonomi ia telah
siap menghadapinya.

Setelah memeluk Islam, ia merasa emosinya lebih terkendali dan merasakan ketenangan sehabis melaksanakan shalat. Ia pun lebih pasrah dalam menjalani kehidupannya. Baginya, Allah telah menganugerahi kehidupan yang harus ia jalani sebaik mungkin, dan Ivone meyakini Allah pasti menolongnya menghadapi berbagai persoalan yang akan ia hadapi di masa yang akan datang. [diedit dari fosmil.org]

Cahaya Qalbu @ KotaSantri.com
http://kotasantri.com/beranda.php?aksi=Detail&sid=361
Publikasi : 27-02-2005

Thursday, June 02, 2005

Meluruskan Sejarah Kapitan Ahmad `Pattimura' Lussy

Image hosted by Photobucket.com
Tokoh Muslim ini sebenarnya bernama Ahmad Lussy, tetapi dia lebih dikenal dengan Thomas Mattulessy yang identik Kristen. Inilah Salah satu contoh deislamisasi dan penghianatan kaum minor atas sejarah pejuang Muslim di Maluku dan/atau Indonesia umumnya.

Nunu oli
Nunu seli
Nunu karipatu
Patue karinunu

[Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar dan setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya (demikian pula) saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa)saya adalah batu besar dan setiap batu besar akan terguling tapi batu lain akan menggantinya]

Ucapan-ucapan puitis yang penuh tamsil itu diucapkan oleh Kapitan Ahmad Lussy atau dikenal dengan sebutan Pattimura, pahlawan dari Maluku. Saat itu, 16 Desember 1817, tali hukuman gantung telah terlilit di lehernya.
Dari ucapan-ucapannya, tampak bahwa Ahmad Lussy seorang patriot yang berjiwa besar. Dia tidak takut ancaman maut. Wataknya teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh. Ahmad Lussy juga tampak optimis.
Namun keberanian dan patriotisme Pattimura itu terdistorsi oleh penulisan sejarah versi pemerintah. M Sapija, sejarawan yang pertama kali menulis buku tentang Pattimura, mengartikan ucapan di ujung maut itu dengan "Pattimura-Pattimura tua boleh dihancurkan,tetapi kelak Pattimura-Pattimura muda akan bangkit". Namun menurut
M Nour Tawainella, juga seorang sejarawan, penafsiran Sapija itu tidak pas karena warna tata bahasa Indonesianya terlalu modern dan berbeda dengan konteks budaya zaman itu.
Di bagian lain, Sapija menafsirkan, "Selamat tinggal saudara-saudara", atau "Selamat tinggal tuang-tuang". Inipun disanggah Tawainella. Sebab, ucapan seperti itu bukanlah tipikal Pattimura yang patriotik dan optimis.
Puncak kontroversi tentang siapa Pattimura adalah penyebutan Ahmad Lussy dengan nama Thomas Mattulessy, dari nama seorang Muslim menjadi seorang Kristen. Hebatnya, masyarakat lebih percaya kepada predikat Kristen itu, karena Maluku sering diidentikkan dengan Kristen.

Muslim Taat
Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Ia bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.
Menurut sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara, Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.
Bandingkan dengan buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit. M Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram).
Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura
Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan".
Ada kejanggalan dalam keterangan di atas. Sapija tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan. Kemudian ada penipuan dengan menambahkan marga Pattimura Mattulessy. Padahal di negeri Sahulau tidak ada marga Pattimura atau Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang leluhur mereka adalah Sultan Abdurrahman.
Jadi asal nama Pattimura dalam buku sejarah nasional adalah karangan dari Sapija. Sedangkan Mattulessy bukanlah marga melainkan nama, yaitu Ahmad Lussy. Dan Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku.
Berbeda dengan Sapija, Mansyur Suryanegara berpendapat bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan semua orang yang bermarga Pattimura sekarang ini beragama Islam. Orang-orang tersebut mengaku ikut agama nenek moyang mereka yaitu Pattimura.
Masih menurut Mansyur, mayoritas kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini kelak dikenal dengan Maluku.
Mansyur pun tidak sependapat dengan Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku Menemukan Sejarah (yang menjadi best seller) ini mengatakan, "Kalau dibilang Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada gereja."
Sejarah tentang Pattimura yang ditulis M Sapija, dari sudut pandang antropologi juga kurang meyakinkan. Misalnya dalam melukiskan proses terjadi atau timbulnya seorang kapitan. Menurut Sapija, gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Padahal tidak.
Leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan antropologi, adalah homo religiosa makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.
Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura itu bermula.

Perjuangan Kapitan Ahmad Lussy
Perlawanan rakyat Maluku terhadap pemerintahan kolonial Hindia Belanda disebabkan beberapa hal. Pertama, adanya kekhawatiran dan kecemasan rakyat akan timbulnya kembali kekejaman pemerintah seperti yang pernah dilakukan pada masa pemerintahan VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie). Kedua, Belanda menjalankan praktik-praktik lama yang dijalankan VOC, yaitu monopoli perdagangan dan pelayaran Hongi. Pelayaran Hongi adalah polisi laut yang membabat pertanian hasil bumi yang tidak mau menjual kepada Belanda. Ketiga, rakyat dibebani berbagai kewajiban berat, seperti kewajiban kerja, penyerahan ikan asin, dendeng, dan kopi.
Akibat penderitaan itu maka rakyat Maluku bangkit mengangkat senjata. Pada tahun 1817, perlawanan itu dikomandani oleh Kapitan Ahmad Lussy. Rakyat berhasil merebut Benteng Duurstede di Saparua. Bahkan residennya yang bernama Van den Bergh terbunuh. Perlawanan meluas ke Ambon, Seram, dan tempat-tempat lainnya.
Perlawanan rakyat di bawah komando Kapitan Ahmad Lussy itu terekam dalam tradisi lisan Maluku yang dikenal dengan petatah-petitih. Tradisi lisan ini justru lebih bisa dipertanggung jawabkan daripada data tertulis dari Belanda yang cenderung menyudutkan pahlawan Indonesia. Di antara petatah-petitih itu adalah sebagai berikut:

Yami Patasiwa
Yami Patalima
Yami Yama'a Kapitan Mat Lussy
Matulu lalau hato Sapambuine
Ma Parang kua Kompania
Yami yama'a Kapitan Mat Lussy
Isa Nusa messe
Hario,
Hario,
Manu rusi'a yare uleu uleu `o
Manu yasamma yare uleu-uleu `o
Talano utala yare uleu-uleu `o
Melano lette tuttua murine
Yami malawan sua mena miyo
Yami malawan sua muri neyo

[Kami Patasiwa
Kami Patalima
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Semua turun ke kota Saparua
Berperang dengan Kompeni Belanda
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Menjaga dan mempertahankan
Semua pulau-pulau ini
Tapi pemimpin sudah dibawa ditangkap
Mari pulang semua
Ke kampung halaman masing-masing
Burung-burung garuda (laskar-laskar Hualoy)
Sudah pulang-sudah pulang
Burung-burung talang (laskar-laskar sekutu
pulau-pulau)
Sudah pulang-sudah pulang
Ke kampung halaman mereka
Di balik Nunusaku
Kami sudah perang dengan Belanda
Mengepung mereka dari depan
Mengepung mereka dari belakang
Kami sudah perang dengan Belanda
Memukul mereka dari depan
Memukul mereka dari belakang]


Berulangkali Belanda mengerahkan pasukan untuk menumpas perlawanan rakyat Maluku, tetapi berulangkali pula Belanda mendapat pukulan berat. Karena itu Belanda meminta bantuan dari pasukan yang ada di Jakarta. Keadaan jadi berbalik, Belanda semakin kuat dan perlawanan rakyat Maluku terdesak. Akhirnya Ahmad Lussy dan kawan-kawan tertangkap Belanda. Pada tanggal 16 Desember 1817 Ahmad Lussy beserta kawan-kawannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan.
Nama Pattimura sampai saat ini tetap harum. Namun nama Thomas Mattulessy lebih dikenal daripada Ahmad Lussy atau Mat Lussy. Menurut Mansyur Suryanegara, memang ada upaya-upaya deislamisasi dalam penulisan sejarah. Ini mirip dengan apa yang terjadi terhadap Wong Fei Hung di Cina. Pemerintah nasionalis-komunis Cina berusaha menutupi keislaman Wong Fei Hung, seorang Muslim yang penuh izzah (harga diri) sehingga tidak menerima hinaan dari orang Barat. Dalam film Once Upon A Time in China, tokoh kharismatik ini diperankan aktor ternama Jet Li.
Dalam sejarah Indonesia, Sisingamangaraja yang orang Batak, sebenarnya juga seorang Muslim karena selalu mengibarkan bendera merah putih. Begitu pula Pattimura.
Ada apa dengan bendera merah putih? Mansyur merujuk pada hadits Imam Muslim dalam Kitab Al-Fitan Jilid X, halaman 340 dari Hamisy Qastalani. Di situ tertulis, Imam Muslim berkata: Zuhair bin Harb bercerita kepadaku, demikian juga Ishaq bin Ibrahim, Muhammad bin Mutsanna dan Ibnu Basyyar. Ishaq bercerita kepada kami. Orang-orang lain berkata: Mu'adz bin Hisyam bercerita kepada kami, ayah saya bercerita kepadaku, dari Qatadah dari Abu Qalabah, dari Abu Asma' Ar-Rahabiy, dari Tsauban, Nabi SAW bersabda, "Sesungguhnya Allah memperlihatkan kepadaku bumi, timur dan baratnya. Dan Allah melimpahkan dua perbendaharaan kepadaku, yaitu merah dan putih".

Demikianlah pelurusan sejarah Pattimura yang sebenarnya bernama Kapitan Ahmad Lussy atau Mat Lussy. Wallahu A'lam Bish Shawab.
* (dari berbagai sumber)

Sejarah Oleh : Redaksi 08 Jun 2004 - 9:00 am
swaramuslim.net