M n E m O n I c [mne·mon·ic]

a. pertaining to or aiding memory; n. device to aid memory. mnemonical, a. mnemonize, v.t. make into a mnemonic. mnemonism, n. practice of mnemonics. mnemonics, mnemotechny, n. system of improving memory. © From the Hutchinson Encyclopaedia. Helicon Publishing LTD 2000.

Thursday, June 09, 2005

Tak ada PT Indonesia di 100 Besar Asia

JAKARTA --Pada tingkat dunia, perguruan tinggi Indonesia tak tercatat di rangking 500 besar. Perguruan tinggi-perguruan tinggi Indonesia cenderung menunjukkan penurunan kualitas di tingkat Asia. Riset tahunan majalah terkemuka Asia Week pada 2004 misalnya tak lagi mencantumkan perguruan tinggi asal Indonesia di rangking 100 besar Asia. Pada tingkat dunia, perguruan tinggi Indonesia tak tercatat di rangking
500 besar.

Image hosted by Photobucket.com Di tengah tenggelamnya pamor perguruan tinggi Tanah Air, negara-negara seperti India, Cina atau Singapura terbukti mampu terus meningkatkan mutu akademiknya. India, yang beberapa tahun lampau baru bisa berbicara di tingkat Asia, kini telah mampu bercokol di level dunia. Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Depdiknas, Satrio Soemantri Brodjonegoro, pada lokakarya ''UI Menuju World Class University'' di Pusat Sastra Jepang, UI, Depok, Selasa (17/5). Terakhir, pada 2000, Indonesia berhasil menempatkan empat perguruan tinggi dalam kategori 100
terbaik Asia. Empat universitas yang dimaksud adalah, UI rangking 61, UGM rangking 68, Undip rangking 73, dan Universitas Airlangga rangking 75 (Asia Week edisi 30 Juni 2000). Namun setelah 2000, tak ada lagi universitas Indonesia yang mampu bercokol di rangking 100 besar Asia.

Image hosted by Photobucket.comMenurut Soemantri, melorotnya peringkat perguruan tinggi Indonesia di tingkat Asia, tidak lepas dari ketidaktepatan strategi nasional. Salah satu alasan mengapa India dan Cina mampu melejit, kata Satrio, lantaran mereka berani melakukan subsidi terpusat kepada 10 universitas terpilih. Kebijakan ini memang akan 'menganaktirikan' universitas lainnya. ''Mereka terpaksa harus puasa dulu,'' tutur Satrio. Namun, lanjut dia, setelah universitas terpilih meningkat status menjadi world class university kelak mereka mampu mengangkat universitas lainnya. Kata Satrio, kebijakan seperti ini sulit diterapkan di Indonesia.

Image hosted by Photobucket.comIni lantaran prinsip sama rata yang diterapkan pemerintah dalam alokasi anggaran ke universitas. ''Kalau terpusat, akan banyak penolakan apalagi ini era demokrasi,''. Namun, rektor UI, Usman Chatib Warsa, menyatakan kegagalan perguruan tinggi Indonesia masuk ke rangking 100 besar Asia lebih disebabkan minimnya up date informasi soal kemajuan-kemajuan universitas tersebut ke lembaga pemeringkat. Karena itulah, kata Usman, perlu lebih ditingkatkan kolaborasi antara perguruan tinggi Indonesia dengan komunitas internasional. Dengan demikian, universitas tersebut akan lebih dikenal, dan kelak tak sulit memperoleh pengakuan internasional. UI, kata Usman, ditargetkan untuk kembali berbicara di tingkat regional pada 2010.

Menuju kelas dunia

Satrio menyatakan ada beberapa indikator bagi sebuah universitas hingga layak disebut sebagai world class university. Salah satunya, kata dia, dilihat dari ada tidaknya peraih penghargaan Nobel di situ. Indikator kedua adalah jumlah mahasiswa asing. Satrio mengungkapkan, salah satu universitas di Singapura mampu bercokol di urutan 18 dunia lantaran memiliki banyak mahasiswa asing. Padahal mereka tak memiliki peraih penghargaan nobel. Indikator lainnya adalah jumlah dosen asing yang mengajar di situ.

Kualitas sebuah universitas juga dilihat dari kualifikasi staf pengajar lokalnya. Yakni seberapa banyak dosen yang bergelar doktor serta prestasi apa yang pernah diraihnya. Indikator yang tak kalah penting adalah bandwith connectivity atau ketersambungan dengan dunia luar. Ini, kata Satrio, dilihat dari seberapa besar tingkat pemakaian internet oleh mahasiswa, serta seberapa cepat akses internet yang digunakan.

Rasio dosen dengan mahasiswa, dan student selectivity (tingkat persaingan mahasiswa untuk masuk ke universitas tersebut) juga menjadi salah satu indikator utama. Indikator lainnya adalah jumlah perputaran uang di universitas, penilaian orang luar
(pakar) terhadap institusi, serta publication index, yakni seberapa banyak hasil riset para peneliti di universitas tersebut dikutip orang lain.
Indikator-indikator ini, kata Satrio, dirilis oleh Shanghai University dan digunakan di banyak negara Asia.[imy]

copyright Republika
Rabu, 18 Mei 2005

0 Comments:

Post a Comment

<< Home